Agama dan Masyarakat
·
Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus)
dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan
manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Namun, kalau dilihat dari
secara kelompok atau masyarakat, bagaimana kita memahami agama tersebut dalam
kehidupan masyarakat fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
1. Fungsi
Edukatif (Pendidikan), Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya
menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut
ajaran agama masing-masing.
2. Fungsi
Penyelamat, Dimanapun manusia
berada, dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan
oleh agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya
Kala Agama Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme
(ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak
bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya
bagaimana mereka bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan
perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan
mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak
pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa
jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami
rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa
dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
3. Fungsi
Perdamaian. Melalui tuntunan
agama seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian
batin dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu
dia/mereka harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
4. Fungsi
Kontrol Sosial. Ajaran
agama membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti,
kemaksiatan, kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini
juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang
merasuki sistem kehidupan yang ada.
5. Fungsi
Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila
fungsi ini dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan
berdiri tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat)
yang memukau.
6. Fungsi
Pembaharuan. Ajaran
agama dapat mengubah kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi
kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen
perubahan basis-basis nilai dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
7. Fungsi
Kreatif. Fungsi ini menopang
dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif
dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
8. Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan
emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat
agamawi, melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak
bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus,
karena untuk Allah, itu adalah ibadah.
·
Dimensi Komitmen Agama
1. Dimensi
Keyakinan, mengandung perkiraan/
harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
2. Praktek
agama mencakup
perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama
secara nyata.
3. Dimensi
pengetahuan, dikaitkan
dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki
informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab
suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
4. Dimensi
konsekuensi, dari komitmen
religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
5. Dimensi
pengalaman, memperhitungkan fakta
bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
·
3 Tipe Kaitan Agama
Dengan Masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, yaitu:
1.
Masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai
sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
2.
Masyarakat-masyarakat pra-industri yang sedang
berkembang
Keadaan
masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam
tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara
tertentu.
3.
Masyarakat- masyarakat industri sekular
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
·
Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen
(langgeng) dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama,
akan sukar memahami masyarakat. Agama melalui wahyunya atau kitab sucinya
memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu
selamat dunia dan di akhirat, di dalam perjuangannya tentu tidak boleh lalai.
Untuk kepentingan tersebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi
pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang
rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial,
merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia,
keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Dan terbentuklah organisasi keagamaan untuk mengelola masalah keagamaan. Yang
semula terbentuk dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi,
kemudian menjadi organisasi kegamaan yang terlembaga. Lembaga keagamaan
berkembang sebagai pola ibadah, ide- ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil
sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Tampilnya organisasi agama akibat
adanya kedalaman beragama, dan mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal
alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan dan sebagainya.
· Contoh-Contoh Dan Kaitannya Tentang Konflik Yang Ada
Dalam Agama dan Masyarakat
Agama
dalam satu sisi dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai,
sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber konflik. Menurut Afif Muhammad :
Agama acap kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”.
Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi yang menyatakan bahwa Agama pada
sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan
dan persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai
sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang,
seperti di catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.
Sebagaiman
pandangan Afif Muhammad, Betty R. Scharf juga mengatakan bahwa agama juga
mempunyai dua wajah. Pertama, merupakan keenggaran untuk menyerah kepada
kematian, menyerah dan menghadapi frustasi.
Kedua,
menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuranb ikatan-ikatan kemanusiaan.
Fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa “Masyarakat” menjadi lahan tumbuh
suburnya konflik. Bibitnya pun bias bermacam-macam. Bahkan, agama bias saja
menjadi salah satu factor pemicu konflik yang ada di Masyarakat itu sendiri.
0 Komentar